Jenis-Jenis Sastra Lisan Bima
1.
Kapatu Mbojo
Patu Mbojo(Pantun Bima) adalah jenis sastra lisan Bima
yang masih berkembang sampai sekarang, dari pelosok desa sampai masyarakat
kota. Dalam proses sosialisasi masyarakat, seperti acara perkawinan, menanam
padi atau menanam bawang dan kegiatan lain yang menyangkut hiburan masyarakat,
pantun Bima memiliki porsi tertentu. Dalam syair Rawa Mbojo (Lagu-lagu
berbahasa Bima) yang menggunakan biola, gambus, atau gabungan biola dan
gambus, biola ketipung, syair lagu yang mereka gunakan adalah pantun. Di
samping itu pantun Bima di pergunakan dalam situasi tertentu, seperti untuk
menasehati anak bagi orang tua, penganten baru sebagai pembekalan dalam membina
hidup baru, dilakukan dirumah dalam jumlah yang terbatas oleh orang tua
terentu.
Menyikapi posisi pantun Bima yang berkembang di tengah –
tengah masyarakat yang tetap mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan dan
perubahan masyarakat pemiliknya. Sebab, semasih masyarakat Bima menggunakan
bahasa daerah Bima sebagai alat berkomunikasi sekaligus sebagai alat ekspresi
jiwa secara estetis pantun Bima tetap tak terpisahkan dengan jiwa masyarakat
Bima.
Ada dua fungsi pantun Bima yang sangat dominan sekarang
yaitu sebagai media pendidikan dan media hiburan. Sebagai media pendidikan,
bukan pendidikan formal tetapi nonformal seperti pendidikan budi pekerti,
pendidikan Agama. Pantun Bima sebagai media pendidikan adalah mengungkapkan
eksistensi manusia dari berbagai aspek kehidupan dengan berpijak kepada 4
landasan. Pertama, hubungan manusia dengan dirinya, kedua, manusia
dengan sesamanya, ketiga hubungan manusia dengan tuhannya, empat,
hubungan manusia dengan lingkungan alamnya.
Pantun Bima hadir bersama masyarakat pendukungnya, meski tidak
diketahui siapa penggagas dan pengucap pertama karena bentuknya lisan yang
telah dikatagorikan sebagai sastra lisan. Namun demikian, amanah yang diemban
tetap berpegang kepada prinsib “milik bersama dan diwariskan secara turun
temurun”. Isinya dihayati, dipahami dan dilaksakan sesuai pesan tersirat dan
tersurat.
1.1 Isi
Patu Mbojo
Isi atau kandungan pantun Bima berisi (bertema) pendidikan,
keagamaan seperti sholat ketuhanan, surga dan neraka, naik haji serta pantun
berisi akhirat, percitaan. Menguraikan tentang isi (tema) pantun tersebut tetap
mengacu kepada pesan yang dikandung kata setiap baris, baris setiap bait,
kemudian secara keseluruhan masing –masing bait.
Bahasa daerah Bima meskipun fonem sama dengan fonem bahasa Indonesia,
tetapi memiliki perbedaan bunyi dan perbedaan arti. Seperti fonem / b / dan / d
/, fonem / b / dan / d / sesuai bunyi aslinya, fonem / b / dan / d / bunyinya
agak ringan, bunyi implusif (letupan kedalam). Misalnya, Fonem / b / dan
/ d / yang diucapkan dengan ringan (inplusif) diberikan tanda (-) diatasnya.
Masalah terjemahan ditempuh dua cara, pertama mengikuti /
menterjemahkan menurut urutan kata sesuai potensi yang dimiliki kata yang
bersangkutan. Kedua menjelaskan maksud yang terkandung dalam kata yang
bersangkutan dengan tidak memahami urutan kata. Cara yang kedua dilakukan
karena makna kata pertama kadang – kadang mirip / tercakup pada kata yang
kedua, sebab penempatan kata dalam pantun Bima disamping keserasian makna, juga
keserasian bunyi. Kata – kata yang memiliki keserasian bunyi tetap memilki
perbedaan arti. Dalam menyikapi hal tersebut setiap bait pantun tetap di ulas
makna dan tema yang dikandungnya.
1.2 Bait dan Baris dalam Patu Mbojo
Menurut Aminudin dalam Anwar Hasnun, baris/larik pada umumnya
merupakan satuan yang lebih besar dari pada kata dan mendukung satuan makna
tertentu. Dalam pantun Bima baris yang satu mempunyai hubungan erat dengan
baris yang lainnya.
Jumlah baris pantun Bima tidak tetap, mulai dari tiga baris
sampai enam baris sebait. Jumlah baris yang banyak dijumpai tiga barris dan
empat baris. Pantun Bima yang lima baris dan eman baris sebait hanya sedikit
jumlahnya. Beberap cntoh pantun yang tiga baris, empat baris dan lima baris.
Contoh Patu Tiga Baris :
Dongaku Wura ade Nahu Sawero
Dongaku ntara ade nahu kantero
Ade lalai samada sia ma lao
Artinya :
(Kupandang langit hatiku bimbang
Kutatap bintang hatiku menggantung
Mengenang dirinya yang telah pergi
jauh)
Contoh Patu Empat Baris :
Ridi Rumasi dine-emu kambeke
Dodopu ninumu di saninu
Warasi ninumu warajampa Ruma
Warasi Nggomi poda wara Ruma
Artinya :
(Bila Tuhan ingin ditanyakan
Lihat bayanganmu pada cermin
Adanya bayangan tanda adanya
tuhan
Adanya engkau pertanda adanya tuhan)
Contoh Patu Lima Baris :
Auku didina dou ma made
Haju sarigi tanda ncai saroga
Na ncuri ro’ona samba’a salela
Dipoke sai ndai jabara’i
Disangko ara ndai muhamma
Artinya :
(Apa pesan orang yang meninggal
Kayu Sarigi pintu surge
Daunnya keluar setahun sehela
Untuk dipetik oleh jibril
Dijadikan kopiah Arab oleh Muhammad)
1.3 Irama dalam Patu Mbojo
Irama adalah gerakan berturut – turut secara teratur, turun
naik lagu (bunyi) yang beraturun (ritme). Aturan yang terjadi karena perulangan
kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi, keras lembut tekanan dan tinggi
rendah nada dan pantun.
Antara bunyi dan irama adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan dalam pantun Bima (A. Karim Sahidu). Irama sebagai ungkapan emosi
merupakan syarat keindahan, tanpa irama kurang memberikan arti dalam
pengungkapan pantun Bima.
Sebab irama mempunyai fungsi tersendiri dalam memberikan
arti terhadap sebuah pesan. Kekuatan pantun Bima disamping memiliki potensi
kata, bunyi irama juga mampu menciptakan suasana sehingga setiap pesan yang
disampaikan mampu memberikan arti secara total litas.
Proses penciptaan irama bagi penutur pantun Bima melalui
pengolahan fokal dan konsunan yang ditata dan diramu secara fariasi dan
berulang – ulang, disamping kombinasi pasangan kata, frase serta baris.
Contoh :
Kidi ka kidi poda nggomi weki
Dahu ka dahu poda nggomi ede
Indo poda dana mada ngaha nggomi
Artinya :
(Berdirilah untuk menentukan dirimu
Takutlah aduhai hati
Tiada tanah yang tidak
memakanmu)
Pantun tersebut kita saksikan bunyi k, p, ngg pada kata
“kidi” (berdir), “nggomi” (engkau), “poda” (benar). Meskipun berdiri sendiri
(tanpa pasangan) bunyi, tetapi mampu menciptakan irama, dan memaksa penutur
untuk mengatur tempo pengucapan pada tiap – tiap baris.
Perhatikan contoh berikut :
Monca kanggado mai tantanda dou
mangguda
Rakasi mangge aina lampa manggi
Nditio kai betana amania mabatu
Artinya :
(Si cantik mari pergi menonton orang
menanam
Tiba (bila) sampai di pohon
asam jangan
jalan pelan
Untuk melihat keuletan pemuda
yang ikut)
Menciptakan dan mencari pasangan kata dalam pantun Bima
bukan asal – asalan, dalam pengertian dicari kata yang mirip / sama bunyinya,
dengan prinsip pesan apa yang ingin di sampaikan dalam pasangan kata tersebut.
Kata “kanggado”, “mangge” “beta-na”, temponya / ritmennya
agak tinggi bila dibandingkan dengan kata “manggudu”, “manggi”, “batu”.
Contoh :
Watija sinciku badawa’a sonco
Watija tulaku badawa’a tolo
Katula te’e weki mbui pu to’i
Artinya :
(Tidak
menyesal karena tidak membawa oleh – oleh
Tidak
menolak karena tidak membawa sawah
Kutolak
karena diriku masih kecil)
Pantun disebut beberapa kata diulang, hal ini dimaksudkan
untuk untuk memperoleh makna, juga menciptakan irama tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar