Seorang durjana menikmati tiada
dari titian semesta yang memenjarakan asa
Airmatanya berbait doa, bersenandung
mengandung syair cinta — sirna.
Lalu harapnya berserah pada doa segala
sendiri, damainya mengarungi mimpi
indah tentang kegelapan yang takkan dimengerti
oleh anda semua, tuan-puan
Megahnya nyata hanya fatamorgana, baginya
dalam gelap ia berimajinasi, bebicara pada Tuhannya sendiri
Kita ini berasal dari tiada, umpatnya
Tak perlu kiranya berambisi
seolah dirimu tuhan yang bebas menghakimi
Keadilan hanya wacana orang-orang munafik
yang mendustakan diri atas nama Tuhan dan politik
Dan cinta yang suci telah berevolusi
menjadi ceceran mani yang dibuang sana-sini
Malam makin sunyi, damainya
makin hidup bersama cumbuan secangkir kopi
Mataram, 4 januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar