Tenggelam Bersama Sajak-Sajak Penuh Makna Dalam Catatan Seorang Demonstran


Pada orang yang menghabiskan waktunya ke Mekkah
Pada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza
Tapi aku ingin habiskan waktuku disisimu sayangku
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandalawangi
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danau
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biavra
Tapi aku ingin mati disisimu sayangku
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya, tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu
Mari sini sayangku
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung
Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita takkkan pernah kehilangan apa-apa
Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan
Yang kedua dilahirkan tetapi mati muda
Dan yang tersial adalah bermur tua
Berbahagialah mereka yang mati muda
Makhluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada
Berbahagialah dalam ketiadaanmu

Soe Hok Gie




Sang Demonstran adalah julukan yang diberikan kepadanya. Dan puisi dia atas adalah puisi yang mendeskripsikan ketika terakhir dalam catatan harian Soe Hok Gie menuliskan kenangan indahnya bersama seorang gadis yang ternyata sangat dicintainya yaitu Ria, dan sahabat karibnya Han yang tertangkap karena terlibat dengan partai komunis.

          Soe Hok Gie adalah Orang keturunan China yang lahir pada 17 Desember 1942. Seorang putra dari pasangan Soe Lie Pit —seorang novelis— dengan Nio Hoe An. Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan, Soe Hok Gie merupakan adik dari Soe Hok Djie yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman.
        Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Menurut seseorang peneliti, sejak masih Sekolah Dasar (SD), Soe Hok Gie bahkan sudah membaca karya-karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer. Mungkin karena Ayahnya juga seorang penulis, sehingga tak heran jika dia begitu dekat dengan sastra.

       Dalam perjalananannya di lingkaran rezim Soekarno, banyak hal yang direkamnya menjadi tulisan-tulisan yang tajam. Pikiran cemerlang seorang Soe Hok Gie, mampu mempengaruhi berbagai macam kalangan.  Dan menjadi catatan sejarah termahal yang tak mampu di beli dengan uang. Bagaimana seorang Soe Hok Gie kecil harus gagal sekolahnya karena menghadapi guru yang sentimen. Soe Hok Gie mengungkapkan kekecewaannya dalam catatan hariannya ”guru yang tidak mau dikritik, memang demikian guru yang tidak pandai. Sebaiknya dibuang saja ke tempat sampah”. Selain itu juga Gie ikut mendirikan Mapala UI. Salah satu kegiatan pentingnya adalah naik gunung. Pada saat memimpin pendakian gunung Slamet 3.442m, ia mengutip Walt Whitman dalam catatan hariannya, “Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth”. Dan dalam perjalanannya yang menjadi seorang Pecinta Alam, lahirlah dalam catatannya sebuah sajak yang ditulis berikut ini:




MANDALAWANGI PANGRANGO

Sendja ini, ketika matahari turun kedalam djurang2mu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu.
Walaupun setiap orang berbitjara tentang manfaat dan guna
Aku bitjara padamu tentang tjinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku.
Aku tjinta padamu, Pangrango jang dingin dan sepi

Sungaimu adalah njanjian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Tjintamu dan tjintaku adalah kebisuan semesta.
Malam itu ketika dingin dan kebisuan menjelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bitjara padaku tentang kehampaan semua.
“Hidup adalah soal keberanian, menghadapi jang tanda tanja

“Tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
“Terimalah dan hadapilah.”
Dan antara ransel2 kosong dan api unggun jang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 djurangmu.
Aku tjinta padamu Pangrango
Karena aku tjinta pada keberanian hidup

Djakarta, 19-7-1966
Soe Hok Gie


      Kata-kata yang tertuang dalam catatannya sangat Nampak mencerminkan tulisan seorang sastrawan sejati yang begitu mampu mencurahkan isi hatinya dengan bahasa sastra yang memiliki arti mendalam untuk ditelusuri.

        Dan dibalik sosok kritis Seorang Demonstran ini tersimpan jiwa romantis yang selalu ada dalam selingan catatan hariannya. Kisah cintanya yang begitu dramatis selalu diselipkan di antara berbagai krtikan, caci, dan makinya kepada para pemimpin dan orang-orang di sekitarnya. Hidup dalam alam pikiran dan renungannya yang tanpa batas. Tak perlu banyk bicara, tapi pemikirannya mampu menembus ruang berpikir khalayak. Dengan atau tanpa eksistensinya sebagai aktivis mahasiswa, dia tetaplah ‘si Tajam Pena’ denga jiwa romantismenya seperti yang pernah ia katakana dalam catatannya, “Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.” Atau seperti dalam puisi berikut ini:



SEBUAH TANYA

Akhirnya semua akan tiba pada pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.
Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku.
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, kenbah Mandalawangi.
kau dan aku tegak berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
Apakah kau masih membelaiku selembut dahulu
ketika kudekap kau dekaplah lebih mesra,
lebih dekat.
(lampu-lampu berkedipan di Jakarta yang sepi
kota kita berdua, yang tau dan terlena dalam mimpinya
kau dan aku berbicara tanpa kata, tanpa suara
ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
apakah kau masih akan berkata
kudengar derap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta
(haripun menjadi malam kulihat semuanya menjadi muram
wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
dalam bahasa yang tidak kita mengerti
seperti kabut pagi itu)
manisku, aku akan jalan terus membawa kenangan-kenangan
dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru.

Selasa, 1 April 1969
Soe Hok Gie



Puisi baginya adalah kejujuran, kebenaran yang harus diucapkan. Sehingga tidak ada satu kata pun dalam penggalan kata-katanya yang dibuat-buat, namun semuanya itu murni keluar dari dalam lubuk hatinya yang diutarakan dalam goresan tintanya, seperti yang ia katakan “Bagi saya kebenaran biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita”. Di masa hidupnya yang begitu singkat ia mampu menghasilkan karya-karya dan pemikiran yang dikenang sepanjang masa baik oleh teman-temannya maupun khalayak umum. Pemikirannya banyak dijadikan inspirasi bagi banyak orang, terlebih para pemuda dan tidak terkecuali saya sendiri yang mengagumi sosoknya itu. Pemikirannya mampu menjadi penyemangat, member motivasi untuk kita agar mau berfikir, berusaha berubah untuk menjadi lebih baik yaitu “REVOLUSI” yang tidak akan pernah mati kita perjuangkan sejak dia berjuang bahkan dari sejak orang-orang terdahulu sebelum dia. Dalam salah satu puisinya berikut, tertanam amanat yang mendalam terutama untuk para pemuda generasi penerus bangsa. Berikut ini puisinya:




PESAN

Hari ini aku lihat kembali
Wajah-wajah halus yang keras
Yang berbicara tentang kemerdekaaan
Dan demokrasi
Dan bercita-cita
Menggulingkan tiran
Aku mengenali mereka
yang tanpa tentara
mau berperang melawan diktator
dan yang tanpa uang
mau memberantas korupsi
Kawan-kawan
Kuberikan padamu cintaku
Dan maukah kau berjabat tangan
Selalu dalam hidup ini?

Sinar Harapan 18 Agustus 1973
Soe Hok Gie


Pencarian jati diri biasanya dialami saat masa-masa muda. Soe Hok Gie pun tak luput untuk memikirkan hal itu. Kita kadang berdialog dalam diri kita, di dalam sana nanti akan terjadi pergolakan yang mencekam. Disitu kita memang perlu mengenal diri kita sendiri terlebih dahulu untuk menemukan kepribadian kita, seperti kata Soe Hok Gie, “Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.” Banyak orang mencari kebenaran dan mencari pembenaran atas sikap dan lakunya. Namun banyak diantara kita yang masih sering membohongi diri dalam berperilaku. Pesan-pesan dalam catatan Soe Hok Gie “Catatan Seorang Demonstran” yang tersusun dalam bentuk sajak dan kata-kata yang bergaya bahasa sastra tinggi mampu menjadi inspirasi dan motivasi kita ke depannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar