Sejarah Sasak: Perlawanan Terhadap Pemerintah Belanda



Sampai akhir pemerintahannya di Pulau Lombok – Maret 1942, Belanda mendapat perlawanan berkali-kali dari rakyat yang meraa tidak puas dan merasa kehormatannya tersinggung, sedangkan mereka merasa di pihak yang benar. Dan demi kebenaran mereka bertekad fisabilillah. Yang terpenting dan yang tidak kurang merepotkan pemerintah Belanda, antara lain:
1.      Pemberontakan Desa Sesela (Lombok Barat)
2.      Pemberontakan Desa Gandor (Lombok Timur)
3.      Pemberontakan Mamelaq – Praya (Lombok Tengah)
4.      Pemberontakan Pringgabaya I (Lombok Timur)
5.      Pemberontakan Pringgabaya II (Lombok Timur)
6.      Pemberontakan Batu Geranting – Bayan (Lombok Barat)
7.      Pemberontakan Tuban (Lombok Tengah)

Pemberontakan Desa Sesela
Sebab-sebabnya:
1.      Enggan membayar pajak, yang oleh rakyat Sesela dianggap terlalu berat dan tidak adil
2.      Cara pendekatan yang kurang sopan dan terlalu angkuh dari pihak penguasa (Belanda)
Karena itu rakyat Desa Sesela di bawah pimpinan Amaq Nurisah membangkang, tidak mau membayar pajak, yang menimbulkan kemarahan di pihak pemerintah (Belanda).
Dengan dikawal oleh beberapa orang Polisi, seorang Kontrolir BB dan seorang Kontrolir Agraria berangkat menuju Sesela. Dalam pertempuran yang terjadi, Kontrolir BB tewas dan Kontrolir Agraria luka-luka. Bala bantuan dari Mataram pun segera didatangkan ke Sesela. Amaq Nurisah dapat ditewaskan dan seluruh perlawanan dapat dilumpuhkan.
Dari segi pandangan rakyat, perlawanan Desa Sesela adalah wajar dan wajib hukumnya menurut ajaran agama Islam. Hal itu karena pemerintah Belanda di Indonesia tidak boleh diturut. Lebih-lebih kalau pemerintahannya zalim dan tidak adil. Melawan pemerintahan yang seperti ini adalah amal shaleh dan mendapat ganjaran pahala yang besar di akhirat. Dengan demikian, meskipun perlawanan Desa Sesela dapat ditindas dengan segera, namun telah memberikan kebanggaan kepada sebagian besar lapisan masyarakat Sasak.
Dari pihak Belanda dengan tewasnya petugas pemerintah merupakan suatu penghinaan yang besar. Terbit kecurigaan terhadap rakyat. Kejadian di atas, dijadikan pengajaran yang berguna untuk tidak memperlakukan rakyat secara semena-mena, namun dilumpuhkan dengan cara yang samar, seperti kemiskinan, pecah belah, dan izin pemasukan candu. Pada zaman kekuasaan kerajaan Mataram, pemasukan candu ke Lombok dilarang.

Pemberontakan Desa Gandor
Sebab-sebabnya:
Jero Rawit, pemimpin Desa Apitaiq merasa malu karena saudara laki-lakinya dipenjarakan oleh Pemerintah Belanda karena dipersalahkan mengadakan sabung ayam tanpa izin. Hukuman itu dirasakan oleh Jero Rawit kurang adil dan sangat menyinggung kehormatan dirinya; sedang beliau sendiri dihormati rakyatnya.
Karena rasa malu yang tak tertahankan lagi, Jero Rawit lebih memilih mati, atau memberi malu yang seimbang kepada Belanda dengan menyerang kedudukan militer Belanda di Sisiq (Labuhan Haji Lombok TImur).
Untuk itu, beliau meminta bantuan Mamiq Mustiasih pemimpin Desa Gandor dan Jero Nursayang pemimpin Desa Teros (Lombok Timur). Bantuan yang sama dimintanya pula kepada Lalu Talip – pemimpin Desa Memelaq – Praya (Lombok Tengah) yang kebetulan sedang merasa sakit hati karena kecewa atas kebijaksanaan Belanda dalam mengatur dan menempatkan personalia penguasa di Praya. Lalu Talip yang merasa berjasa menghancurkan Kerajaan Mataram, sangat kecewa tidak mendapat kedudukan yang layak sesuai jasanya. Karena itu, bantuan yang diminta Jero Rawit dipenuhinya dan segera prajuritnya dikirim ke Gandor di bawah pimpinan Mamiq Badil. Pada malam Jumat 1 Muharam 1318 H, markas besar Belanda di Sisiq – Labuhan Haji diserang dari barat. Pertempuran berlangsung beberapa hari lamanya. Pasukan pemberontak terhadap Belanda (pasukan Sasak) terdesak mundur bertahan di Desa Gandor, di bawah pimpinan Mamiq Mustiasih.
Dalam pertempuran terakhir, Desa Gandor dibakar. Pasukan Sasak kacau-balau. Jero Nursayang, Jero Rawit, serta pengikut-pengikutnya ditangkap dan dibuang di Banyuwangi (Jawa Timur). Sisanya dipindahkan ke gawah Selong (Selong masih menjadi hutan) dan dibuka tahun 1898. Dalam perkembangannya, Selong kemudian menjadi ibu kota Onder Afdeeling (Perwakilan Pemerintah Belanda di Lombok Timur) sebagai tempat kedudukan Kontrolir (Kepala Daerah).
Mamiq Mustiasih bersama Lalu Badil, dapat meloloskan diri bersama beberapa orang prajuritnya ke Memelaq – Praya. Di sana mereka bersama Lalu Talip menyusun kekuatan kembali  untuk melanjutkan peperangan melawan Belanda dalam Perang Praya.

Pemberontakan Memelaq – Praya
Sebab-sebabnya:
Lalu Talip, Haji Yasin, dan Mamiq Diraja, tiga dari tujuh orang pemimpin Praya yang mempertahankan Praya mato-matian dari serbuan Mataram, merasa sangat kecewa kepada pemerintah Belanda dan Distrik Praya Mamiq Sapian yang tidak menghargai jasa beliau dalam menghancurkan Kerajaan Mataram, yang diperintah oleh keturunan raja Karang Asem (Bali). Terbayang dalam kenangan beliau bertiga betapa pahit getirnya di awal-awal perang Praya yang berlangsung tiga tahun lamanya (1891 – 1894), sewaktu beliau hanya bertujuh di dalam masjid Praya bertahan mati-matian terhadap serbuan tentara Mataram yang kekuatannya ribuan kali lipat yang dilengkapi dengan persenjataan lengkap dan modern. Teringat dalam kenangan ketiganya betapa letih dan lunglai tulang dan otot setiap selesai mengamuk ke luar masjid menghalau musuh yang beribu-ribu jumlahnya mengepung berbulan-bulan lamanya, sampai pada suatu tindakan kepahlawanan beliau menjadi pembangkit moril dan rasa persatuan rakyat Sasak, membentuk gelombang kekuatan yang dahsyat melanda kekuatan prajurit Mataram di semua front peperangan, sampai akhirnya Mataram hanya mampu bertahan di sekitar Cakranegara, Mataram, dan Ampenan. Ketujuh orang pahlawan Praya itu masing-masing Guru Bangkol, Mamiq Sapian, Lalu Talip, Haji Yasin, Mamiq Diraja, Amaq Tomboq, dan Amaq Gewar.
Akan tetapi, ketika kerajaan Mataram telah hancur dan ketika akan menikmati hasil, beliau-beliau hanya menjadi penonton saja. Itulah sebabnya beliau membangkang kepada Belanda dan bertekad melakukan perang sabil.
Belanda menyerbu Memelaq – Praya, tetapi ketiganya tak mau menyerah. Bahkan pasukan Belanda terpukul mundur dengan menderita beratus-ratus korban, diantaranya Letnan Nunnink. Mayat-mayat tentara Belanda dalam pertempuran di Lendang Jangkrik (± 3 km utara Kota Praya) di buang ke sungai menjadi penampeng aiq kokoh (pembendung air sungai) yang hingga kini tempat tersebut dinamakan Tampeng, di sekitar medan perang Lendang Jangkrik.
Praya dengan pusat kekuatan di Memelaq di bawah pimpinan Mamiq Badil bersifat bertahan. Setiap serangan Belanda datang, ditunggu di semak-semak di atas jejurang Batu-Apit. Yang terluka dan terbunuh keris – kelewang dan tumbak, langsung beguliq-belompong tipaq kokoh; ilih tejauq isiq aiq, beterus kesandek leq pengempel Tampeng (langsung berguling-guling jatuh ke sungai, hanyut terbawa air, kemudian terdampar di Pengempel Tampeng). Konon; dari atas bangkai-bangkai itulah tentara Praya lebih leluasa mengejar musuh.
Setelah bala bantuan Belanda datang dari Mataram dan Selong, barulah laskar Praya dapat dikalahkan. Dalam pertempuran tersebut, Mamiq Badil tewas tertembak mulutnya (kepalanya).
Belanda rupanya menyadari sikapnya terhadap ketiga pemimpin Praya di atas dan sangat menyayangkan apabila ketiga pemimpin tersebut sampai gugur, perlawanan rakyat Sasak secara besar-besaran tak terelakkan. Lebih-lebih posisi Belanda sedang menghadapi berbagai peperangan di wilayah Nusantara ini, mereka bertindak sangat hati-hati. Belanda berupaya tidak memperluas penyerangan. Di bawah pimpinan Kontrolir Englandberg, Belanda meminta damai dan akhirnya disetujui oleh Lalu Talip dan rekan-rekannya dengan syarat ketiganya mendapat perlakuan yang baik.


  • Disadur dari     : Buku Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta,             1988. 
          Oleh                 : Lalu Wacana, B.A. dkk
  • Dikutip dari     : Reramputan Pelajarann Basa Sasak Kelas 6 Sekolah Dasar. 
          Oleh                 : Drs. H. Lalu Muhammad Azhar

2 komentar:

  1. Harus ditanamkan sejarah ini ke generasi berikutnya agr ingat perjuangan semangat jihad sabilillah tokoh sasak..alfatehah buat bliau yg tlh tiada.amin

    BalasHapus
  2. Banyak masyarakat kita terutama generasi muda tidak mengetahui bahwa leluhur mereka juga berjuang melawan penjajah. Terima kasih sudah membuat tulisan smg banyak orang sasak yg membaca ...

    BalasHapus